Minggu, 12 Juli 2009

Rajab

Telah masyhur di lidah umat Islam seantero dunia, menisbahkan Rajab sebagai bulan Allah. Umum telah mengetahui dan mendengar hadits yang kerap diucapkan teristimewa apabila menjelang bulan Rajab, hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda yang bererti: "Rajab itu bulan Allah, Sya`baan itu bulan aku dan Ramadhan itu bulan umatku." Maka hampir setiap tahun ada saja yang bertanya mengenai status dan kedudukan hadits tersebut yang berbunyi :

رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي



Sebelum lebih jauh membicarakan hadit ini, perlulah kiranya kita mengetahui apa yang dimaksudkan dengan maudhu` dan apa pula yang dimaksudkan dengan dho`if. Ini dikarenakan kedua-duanya mempunyai perbedaan yang besar. Hadits maudhu adalah hadits palsu yang sama sekali tidak mempunyai sanad yang berkemungkinan bersambung atau berkemungkinan untuk dinisbahkan kepada Shodiqul Mashduq Nabi SAW. ianya sama sekali bukan sabda Nabi SAW, bisa dipastikan akan kebohongan atas siperiwayat. Sebaliknya, hadits yang dhoif adalah yang mempunyai sanad yang mursal atau muttasil kepada Junjungan Nabi SAW. Hanya saja, dalam sanadnya mempunyai kecacatan sehingga tidak dapat dihukumkan sebagai shohih atau hasan. Jadi maudhu` dan dho`if itu mempunyai perbedaan yang besar yang perlu kita beri perhatian sewajarnya.

Untuk satu kefahaman umum bahwa dalam menghukumkan hadits apakah ia Doif ataupun maudhu` bukanlah sesuatu yang mudah seperti membalikkan tangan. Ini dikarenakan para muhadditsin yang kenamaan telah berselisih pendapat mengenai status dan kedudukan hadits tersebut. Para muhadditsin tidak sekata dan tidak sepakat menghukumkannya sebagai maudhu`. Jika ada yang menyatakannya sebagai maudhu`, maka ada pula yang akan menyatakan bahawa ianya bukan maudhu` tetapi dho`if dan sebagainya.

Hadit itu bisa kita rujuk dalam الجامع الصغير من حديث البشير النذير karya Asshuyuthi no 4411 sbb

رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي

"Rajab itu bulan Allah, Sya`baan itu bulan aku dan Ramadhan itu bulan umatku."

kemudian As-Suyuthi menyatakan :

أبو الفتح بن أبي الفوارس في أماليه عن الحسن مرسلا

hadits tersebut ada mempunyai sanad yang mursal kepada seorang tabi`in yang agung iaitu Imam Hasan al-Bashri rahimahUllah.

Kemudian hal ini dikomentari oleh Imam Munawi dalam "Faidhul Qadiir" setelah menukil pendapat al-Hafiz al-'Iraqi rahimahUllah sbb :

أبو الفتح بن الفوارس في أماليه عن الحسن) البصري مرسلا)

sebagaimana diriwayatkan oleh Abul Fath bin Abil Fawaaris dalam kitabnya "'Amaali" dan derajatnya adalah DHO`IF.

kemudian imam Manawi melanjutkan :

قال الحافظ الزين العراقي في شرح الترمذي : حديث ضعيف جدا هو من مرسلات الحسن رويناه في كتاب الترغيب والترهيب للأصفهاني ومرسلات الحسن لا شئ عند أهل الحديث ولا يصح في فضل رجب حديث اه وكلام المؤلف كالصريح في أنه لم يره مسندا وإلا لما عدل لرواية إرساله وهو عجيب فقد خرجه الديلمي في مسند الفردوس من طرق ثلاث وابن نصر وغيرهما من حديث أنس باللفظ المزبور بعينه

telah berkata Al-Hafidz Al-Iraqi dalam Syarh At-Turmudzi bahwa hadit tersebut adalah Doif Jiddan (sangat lemah), kerana hadits-hadist mursal yang dinisbahkan kepada Imam Hasan al-Bashri dalam Targhib wa Tarhib daripada Asfahani dan ia Mursal atas imam Hasan. Tidaklah ia mempunyai nilai di sisi para ahli hadits, dan mereka menyatakan bahawa adalah tepat jika sanad hadits tersebut dihukumkan sebagai mursal (doif). Ini adalah kerana Imam ad-Dailami dalam "Musnad al-Firdaus" telah meriwayatkan beberapa hadits yang seumpamanya pada lafaz daripada tiga jalan yang bersambung kepada sahabat Nabi SAW, Sayyidina Anas r.a. Ibnu Nashr dan lain-lain muhaddits juga telah meriwayat beberapa hadits yang seumpamanya dengan sanad yang sama. Maka ini menunjukkan bahawa hadits tersebut bukanlah semata-mata hadits mursal, tetapi hadits yang musnad yang bersambung sanad segala periwayatnya kepada Junjungan Nabi SAW.

dan al-albani telah menghukumkan hadit itu dengan "Doif" dalam Silsilah Doifahnya

jadi, kesimpulannya adalah hadit tersebut memang Doif, namun bukan Maudhu', karena sama sekali matannya tidak bertentangan dengan nash yang Sohih, maka ia boleh diamalkan dalam targhib wa tarhib maupun fadhoilul a'mal

Wallahu a'lam

0 komentar:

Posting Komentar