Sabtu, 29 Agustus 2009

SAHIH HADIT TAWASUL

Mayoritas Ahlussunnah menghalalkan tawassul tetapi terdapat sebagian kelompok yang katanya Ahlussunnah pula yaitu Salafy dan pengikutnya yang mengharamkan tawassul. Salafy atau yang lebih dikenal dengan Wahabi sangat mengecam yang namanya tawassul kepada Rasulullah SAW. Menurut salafy, tawassul datang ke kubur Nabi SAW dan meminta agar Rasulullah SAW mendoakan termasuk hal yang syirik


Kemuliaan Rasulullah SAW Baik Hidup Maupun Wafat ;
Telah sampai kabar kepada saya bahwa diantara alasan mereka mengharamkan tawassul adalah karena Rasulullah SAW sudah wafat dan sudah tidak bisa mendoakan lagi. Dengan kata lain mereka berpandangan bahwa ketika Rasulullah SAW hidup maka bertawassul dengan meminta Beliau SAW untuk mendoakan itu dibolehkan tetapi setelah Beliau SAW wafat maka itu tidak diperbolehkan.

Pernyataan seperti ini jelas sekali kebatilannya karena terdapat dalil yang shahih dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Beliau SAW tetap bisa mendoakan kendati Beliau SAW sudah wafat. Hadis tersebut diriwayatkan Al Bazzar dalam Musnad Al Bazzar no 1925 atau Kasyf Al Astar Zawaid Musnad Al Bazzar 1/397 no 845

حدثنا يوسف بن موسى قال نا عبد المجيد بن عبد العزيز بن أبي رواد عن سفيان عن عبد الله بن السائب عن زاذان عن عبد الله عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن لله ملائكة سياحين يبلغوني عن أمتي السلام وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم حياتي خير لكم تحدثون ونحدث لكم ووفاتي خير لكم تعرض علي أعمالكم فما رأيت من خير حمدت الله عليه وما رأيت من شراستغفرت الله لكم

Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad dari Sufyan dari Abdullah bin Sa’ib dari Zadzan dari Abdullah dari Nabi SAW yang bersabda “Allah SWT memiliki malaikat yang berkeliling menyampaikan kepadaku salam dari umatku” dan Rasulullah SAW kemudian bersabda “Hidupku baik bagi kalian, kalian menyampaikan dariku dan akan ada yang disampaikan dari kalian. Kematianku baik bagi kalian, perbuatan kalian diperlihatkan kepadaku. Jika Aku melihat kebaikan maka Aku memuji Allah SWT dan jika Aku melihat keburukan maka Aku meminta ampun kepada Allah SWT”.


Kedudukan Hadis

Hadis ini adalah hadis yang shahih dan diriwayatkan oleh para perawi shahih sebagaimana yang telah ditegaskan oleh para ulama diantaranya Al Haitsami, Al Hafiz Al Iraqi dan Al Hafiz As Suyuthi.

Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 8/594 no 14250 juga menyebutkan hadis Abdullah bin Mas’ud ini dan berkata

رواه البزار ورجاله رجال الصحيح


Hadis riwayat Al Bazzar dan para perawinya adalah perawi shahih.

Al Hafiz Al Iraqi dalam Tharh Tatsrib Fi Syarh Taqrib 3/275 membawakan hadis ini dan berkata

وروى أبو بكر البزار في مسنده بإسناد جيد عن ابن مسعود رضي الله عنه

Diriwayatkan Abu Bakar Al Bazzar dalam Musnadnya dengan sanad yang jayyid(bagus) dari Ibnu Mas’ud radiallahuanh

Al Hafiz As Suyuthi dalam Khasa’is Kubra 2/281 menyatakan bahwa hadis ini shahih

وأخرج البزار بسند صحيح من حديث ابن مسعود مثله

Dikeluarkan oleh Al Bazzar dengan sanad yang Shahih dari hadis Ibnu Mas’ud.


Kritik Salafy dan Jawabannya

Para pengikut salafiyun menyatakan bahwa hadis ini dhaif, kebanyakan mereka hanya mengulang pendapat Syaikh mereka Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadis Ad Dhaifah no 975. Syaikh Al Albani mengatakan bagian pertama hadis tersebut bahwa Malaikat menyampaikan salam kepada Rasulullah SAW adalah shahih dan diriwayatkan dengan berbagai jalan dari Sufyan dan ‘Amasy. Sedangkan bagian lainnya hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad sendiri. Oleh karena itu menurut Syaikh Albani tambahan itu syadz ditambah lagi Abdul Majid telah dibicarakan oleh sebagian ulama bahwa ia sering salah. Intinya Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadis Ibnu Mas’ud oleh Abdul Majid itu khata’ (salah).

Pernyataan Syaikh Al Albani tersebut tidak seluruhnya benar. Memang bagian awal hadis tersebut telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Sufyan dan ‘Amasy yang dapat dilihat dalam Sunan Nasa’i 1/189, Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 10/219-2210 hadis no 10528,10529 dan 10530, Mushannaf Abdurrazaq 2/215 no 3116. Sedangkan bagian akhir hadis tersebut yang memuat kata-kata Rasulullah SAW “hidupku baik untuk kalian” diriwayatkan oleh Abdul Majid dari Sufyan dari Abdullah bin Sa’ib dari Zadzan dari Ibnu Mas’ud. Selain itu tambahan ini juga diriwayatkan secara mursal oleh Bakr bin Abdullah Al Muzanni dengan jalan sanad yang tidak satupun memuat nama Abdul Majid yang artinya Abdul Majid tidak menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini. Oleh karena itu riwayat Abdul Majid lebih merupakan ziyadah tsiqah yang diterima dan bukanlah tambahan yang syadz.


Kredibilitas Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad

Dalam usahanya mendhaifkan hadis tersebut, Syaikh Al Albani menunjukkan kelemahan pada Abdul Majid yaitu bahwa ia sering salah dan telah dibicarakan oleh sebagian ulama. Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah perawi yang tsiqah, justru mereka yang membicarakannya itu telah keliru. Diantara mereka yang mengkritik Abdul Majid tidak ada satupun dari mereka menunjukkan alasan yang kuat .

Ulama Yang Menta’dil Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad

Dalam At Tahdzib Ibnu Hajar jilid 6 no 724 disebutkan bahwa Abdul Majid adalah perawi hadis dalam Shahih Muslim. Hal ini berarti Imam Muslim memberikan predikat ta’dil kepadanya. Abdul Majid telah dinyatakan tsiqah oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Dawud, Nasa’i dan Al Khalili.

قال أحمد ثقة وكان فيه غلو في الإرجاء

Ahmad berkata dia tsiqat dan berlebihan dalam Irja’

قال عبد الله بن أحمد بن حنبل عن بن معين ثقة ليس به بأس وقال الدوري عن بن معين ثقة

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata dari Ibnu Ma’in “tsiqat laisa bihi ba’sun” dan Ad Dawri berkata dari Ibnu Ma’in “tsiqat’.

وقال الآجري عن أبي داود ثقة حدثنا عنه أحمد ويحيى بن معين قال يحيى كان عالما بابن جريج قال أبو داود وكان مرجئا داعية في الإرجاء

Al Ajuri berkata dari Abu Dawud “tsiqah, diceritakan kepada kami dari Ahmad dan Yahya bin Main , Yahya berkata “ia paling mengetahui tentang Ibnu Juraij”. Abu Dawud berkata “ia seorang Murjiah dan menyebarkan paham irja’

وقال النسائي ثقة وقال في موضع أخر ليس به بأس

An Nasa’i berkata “tsiqat” dan di saat yang lain ia berkata “tidak ada masalah”.

وقال الخليل ثقة لكنه أخطأ في أحاديث

Al Khalili berkata “tsiqat dan melakukan kesalahan dalam hadis”

Ibnu Syahin memasukkan Abdul Majid sebagai perawi tsiqah dalam kitabnya Tarikh Asma’ Ats Tsiqah no 978. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/612 memberikan predikat shaduq tetapi sering salah dan Adz Dzahabi dalam Mizan ‘Al Itidal no 5183 mengatakan bahwa dia seorang yang jujur dan penganut paham Murjiah.
.

Ulama Yang Menjarh Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad

Di antara mereka yang membicarakan Abdul Majid terdapat nama-nama Bukhari, Al Humaidi, Abu Hatim, Muhammad bin Yahya, Daruquthni, Abdurrazaq dan Ibnu Hibban. Tetapi tidak ada satupun dari mereka yang menunjukkan alasan yang kuat untuk mendhaifkan Abdul Majid. Dalam kitab At Tahdzib Ibnu Hajar jilid 6 no 724 disebutkan

وقال البخاري كان يرى الإرجاء كان الحميدي يتكلم فيه

Bukhari berkata dia penganut paham irja’ dan Al Humaidi membicarakannya

وقال أبو حاتم ليس بالقوي يكتب حديثه وقال الدارقطني لا يحتج به يعتبر به

Abu Hatim berkata “tidak kuat dan dapat ditulis hadisnya” dan Daruquthni berkata “tidak dapat dijadikan hujjah tetapi dapat dijadikan i’tibar atau pendukung”

وقال العقيلي ضعفه محمد بن يحيى وقال أبو أحمد الحاكم ليس بالمتين عندهم وقال بن سعد كان كثير الحديث مرجئا ضعيف

Al Uqaili berkata “Muhammad bin Yahya melemahkannya”. Abu Ahmad Al Hakim berkata “tidak kuat” dan Ibnu Saad berkata “banyak meriwayatkan hadis, Murjiah dan dhaif”.

وقال بن حبان كان يقلب الأخبار ويروي المناكير عن المشاهير فاستحق الترك

Ibnu Hibban berkata “dia sering membolak balik riwayat, meriwayatkan hadis-hadis munkar dari orang-orang terkenal oleh karena itu riwayatnya ditinggalkan”.

Kritikan Ibnu Hibban ini telah dinyatakan berlebihan oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/612 ketika berkata tentang Abdul Majid

صدوق يخطئ وكان مرجئا أفرط بن حبان فقال متروك

Jujur tetapi sering salah, dia seorang murjiah. Ibnu Hibban berlebihan ketika mengatakan ia matruk.

.
Analisis Jarh Wat Ta’dil

Dalam ilmu hadis jika kita dihadapkan pada seorang perawi yang mendapat jarh dari sebagian ulama dan ta’dil oleh sebagian ulama lain maka hendaknya jarh tersebut bersifat mufassar atau dijelaskan karena jika tidak maka jarh tersebut tidak diterima dan perawi tersebut mendapat predikat ta’dil. Selain itu alasan jarh tersebut haruslah alasan yang tepat sebagai jarh bukan dicari-cari atau dikarenakan sentimen mahzab dan sebagainya sehingga perawi yang tertuduh tersebut memang layak untuk mendapat predikat cacat.

Setelah melihat berbagai jarh atau kritikan Ulama terhadap Abdul Majid maka kritikan tersebut dapat kita kelompokkan menjadi

Ulama yang mencacatkan Abdul Majid karena ia penganut paham Murjiah
Ulama yang mencacatkan Abdul Majid karena kesalahannya dalam hadis dan meriwayatkan hadis munkar
Ulama yang mencacatkan Abdul Majid tanpa menyebutkan alasan jarhnya.
.

Perawi Murjiah Yang Tsiqat

Pencacatan seorang perawi karena menganut paham Murjiah tidaklah dibenarkan dan sebenarnya sebagian mereka yang mencacat tersebut diam-diam mengakui akan hal ini. Misalnya saja Al Bukhari memasukkan nama Abdul Majid ke dalam Dhuafa As Shaghir no 239 dan yang tertulis disana

عبد المجيد بن عبد العزيز بن أبي رواد أبو عبد الحميد مولى الأزد كان يرى الإرجاء عن أبيه وكان الحميدي يتكلم فيه

Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad Abu Abdul Hamid mawla Al Azdi menganut paham irja’ dari ayahnya dan Al Humaidi membicarakannya.

Ini seolah-olah menunjukkan bahwa Bukhari menyatakan dhaif pada perawi yang Murjiah tetapi kenyataannya tidaklah seperti itu. Dalam kitab Dhu’afa tersebut no 24 Al Bukhari menuliskan

أيوب بن عائذ الطائي سمع الشعبي وقيس بن مسلم روى عنه بن عيينة كان يرى الإرجاء وهو صدوق

Ayub bin ‘Aidz Ath Tha’i mendengar dari Sya’bi dan Qais bin Muslim, meriwayatkan darinya Ibnu Uyainah, ia menganut paham irja’ dan ia shaduq (jujur)

Ayub bin ‘Aidz seorang perawi yang menganut paham irja’ tetap dikatakan sebagai shaduq atau jujur oleh Bukhari dan Ayub ini disebutkan dalam At Tahdzib jilid 1 no 746 bahwa beliau perawi Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i. Ayub juga telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Nasa’i, Abu Dawud, Ali bin Madini dan Al Ajli. Oleh karena itu menganut paham Irja’ bukanlah suatu cacat yang mendhaifkan bahkan Bukhari sendiri dalam Shahihnya meriwayatkan hadis perawi yang menganut paham Irja’ seperti Ayub bin ‘Aidz.

Dengan kata lain tindakan Bukhari yang memasukkan nama Abdul Majid dalam kitabnya Adh Dhu’afa bukan karena ia meragukan kredibilitasnya tetapi karena paham Irja’ yang dianut Abdul Majid seperti halnya Bukhari memasukkan nama Ayub bin A’idz ke dalam kitabnya Adh Dhu’afa padahal diketahui Bukhari sendiri mengakui kredibilitas Ayub dengan meriwayatkan hadis Ayub dalam Shahihnya.

Bisa diperkirakan bahwa kebanyakan mereka yang menolak riwayat Abdul Majid atau mencacatnya adalah dikarenakan paham irja’ yang dianut oleh Abdul Majid. Ibnu Ady dalam Al Kamil 5/346 berkata tentang Abdul Majid

وعامة ما أنكر عليه الإرجاء

Dan kebanyakan mereka yang menolaknya adalah karena Irja’

Oleh karena itu mereka yang mencacatkan Abdul Majid tanpa menyebutkan alasannya bisa dimasukkan dalam kategori ini seperti Abu Hatim, Abu Ahmad Al Hakim, Al Humaidi, Ibnu Saad (ketika mencacat Abdul Majid, Ibnu Sa’ad menyebutkan paham Irja’ Abdul Majid) dan Daruquthni (dalam kitab Sunan Daruquthni 1/311 no 33, Daruquthni malah menyatakan tsiqat kepada Abdul Majid). Padahal telah diketahui bahwa pencacatan karena mahzab seperti Irja’ tidaklah diterima. Adz Dzahabi dalam Man Takallamu Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq 1/124 no 220 berkata

عبد المجيد بن عبد العزيز بن أبي رواد المدني م على ثقة مرجى ء داعية غمزه ابن حبان

Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad Al Madani (perawi Muslim) seorang yang tsiqat. Dia seorang Murjiah yang menyebarkan pahamnya seperti yang diisyaratkan Ibnu Hibban.

Perhatikanlah, Adz Dzahabi kendati ia mengetahui bahwa Abdul Majid seorang Murjiah yang menyebarkan pahamnya, beliau tetap menyatakan Abdul Majid tsiqat, Ini berarti paham Irja’ sedikitpun tidak merusak kredibilitas Abdul Majid sebagai perawi hadis.

Analisis Kesalahan Abdul Majid

Selain Irja’, cacat yang lain yang disematkan kepada Abdul Majid adalah kesalahannya dalam meriwayatkan hadis sehingga terkesan ia meriwayatkan hadis yang bertentangan dengan ulama lain sehingga hadisnya dinilai mungkar. Tuduhan seperti ini tidaklah benar. Kesalahan yang dilakukan Abdul Majid adalah kesalahan yang bisa dilakukan oleh siapapun dan pada dasarnya kesalahan yang ia lakukan baru bertaraf dugaan bahwa ia salah. Abdul Majid pernah satu kali meriwayatkan hadis yang dinilai salah dan mungkar oleh para ahli hadis. Dalam At Tahdzib jilid 6 no 724 disebutkan

وقال الساجي روى عن مالك حديثا منكرا عن زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار عن أبي سعيد الأعمال بالنيات وروى عن بن جريج أحاديث لم يتابع عليها

As Saji berkata “dia meriwayatkan hadis dari Malik yaitu hadis munkar dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Abi Sa’id bahwa Amal tergantung niat.

Al Khalili dalam Al Irsyad 1/76 no 20 setelah menyatakan bahwa Abdul Majid tsiqah dan melakukan kesalahan dalam hadis, beliau mengutip hadis Malik di atas. Hal ini mengisyaratkan bahwa kesalahan yang dimaksud Al Khalili itu adalah hadis Malik tersebut.

Mengapa Abdul Majid dinilai salah dalam meriwayatkan hadis tersebut?, Hadis tersebut pada matannya shahih dan diriwayatkan dengan jalan yang shahih dengan sanad dari Malik dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim Al Taimi dari Alqamah dari Umar RA. Hadis ini telah disebutkan oleh para huffaz dengan sanad seperti itu dari Malik tetapi Abdul Majid meriwayatkan dari Malik dengan sanad yang berbeda yaitu dari Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Abu Sa’id RA. Oleh karena itulah Abdul Majid dinilai salah dan hadisnya dinyatakan mungkar karena menyelisihi para perawi lain. Padahal hadis Abdul Majid dan yang lainnya memiliki matan yang sama hanya saja sanadnya berbeda.

Seandainya ini disebut sebagai kesalahan maka kesalahan ini hanya bersifat dugaan semata karena siapa yang bisa memastikan bahwa hadis Malik dari Abdul Majid itu bermasalah. Bukankah masih ada kemungkinan bahwa Abdul Majid memang meriwayatkan hadis tersebut dengan sanad demikian?. Taruhlah itu sebagai kesalahan lantas apakah tepat menjadikan satu kesalahan ini sebagai cacat Abdul Majid sehingga jika ia meriwayatkan hadis lain maka hadisnya mesti diragukan. Tentu saja tidak karena kesalahan seperti itu adalah kesalahan yang bisa dilakukan oleh siapapun atau perawi tsiqah manapun.

Semua penjelasan di atas sudah cukup untuk membuktikan bahwa Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah seorang yang tsiqah, sedangkan cacat yang ditujukan kepadanya oleh sebagain orang tidaklah merusak hadis yang ia riwayatkan walaupun ia meriwayatkan secara tafarrud. Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrir At Tahdzib no 4160 menyatakan Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad tsiqah, mereka berkata

Ia adalah seorang yang tsiqah, kesalahan dalam hadisnya adalah sebagaimana orang lain juga bisa salah dan ia orang yang paling tsabit mengenai riwayat Ibnu Juraij. Dan ia dikecam orang-orang karena menganut paham Irja’ dan mereka mendhaifkannya karena sebab itu. Ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, Ibnu Main, Abu Dawud, Nasa’i dan Al Khalili. Ibnu Ady berkata “kebanyakan mereka yang menolaknya karena paham Irja’ yang dianutnya”.

Hadis Bakr bin Abdullah Al Muzanni

Hadis di atas ternyata tidak hanya diriwayatkan oleh Abdul Majid. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bakr bin Abdullah Al Muzanni dengan sanad yang shahih sampai ke Bakr bin Abdullah. Qadhi Ismail bin Ishaq dalam kitab Fadhail Shalatu Ala Nabi no 25 dan no 26 meriwayatkan hadis tersebut dengan sanad

حدثنا سليمان بن حرب ، قال : ثنا حماد بن زيد ، قال : ثنا غالب القطان ، عن بكر بن عبد الله المزني : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid yang berkata telah menceritakan kepada kami Ghalib al Qattan dari Bakr bin Abdullah Al Muzani bahwa Rasulullah SAW bersabda

حدثنا الحجاج بن المنهال ، قال ثنا حماد بن سلمة ، عن كثير أبي الفضل ، عن بكر بن عبد الله : أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال


Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Katsir Abi Thufail dari Bakr bin Abdullah bahwa Rasulullah SAW bersabda


Syaikh Al Albani dalam tahqiqnya terhadap kitab Fadhail Shalatu Ala Nabi no 25 mengatakan “isnadnya mursal shahih”. Begitu pula ketika mengomentari hadis no 26 “Para perawinya adalah perawi Muslim kecuali Katsir bin Abi Thufail”. Katsir Abi Thufail atau Katsir bin Yasar disebutkan Bukhari dalam Tarikh Al Kabir jilid 7 no 928 tanpa menyebutkan cacatnya. Dalam Lisan Al Mizan jilid 4 no 1535, Ibnu Hajar menyebutkan bahwa ia dikenal dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Hal ini cukup untuk menyatakan ia orang yang terpercaya.

Kemudian disebutkan pula oleh Ibnu Sa’ad dengan sanad yang shahih dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/194

أخبرنا يونس بن محمد المؤدب أخبرنا حماد بن زيد عن غالب عن بكر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

Telah mengabarkan kepada kami Yunus bin Muhammad Al Mu’addib yang berkata telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ghalib dari Bakr bin Abdullah yang berkata Rasulullah SAW bersabda

Hadis Bakr bin Abdullah Al Muzani adalah hadis mursal karena beliau adalah seorang tabiin yang dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Nasa’i,Abu Zar’ah, Ibnu Sa’ad, Ibnu Hibban dan Al Ajli, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib jilid 1 no 889. Hadis Bakr bin Abdullah merupakan petunjuk bahwa Abdul Majid tidak menyendiri ketika meriwayatkan hadis ini. Lihatlah sanad-sanad hadis Bakr bin Abdullah tidak ada satupun yang memuat nama Abdul Majid.


Kesimpulan

Ada tiga kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang cukup panjang ini, yaitu

Hadis tersebut sanadnya Shahih

Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah perawi tsiqah

Abdul Majid tidak menyendiri ketika meriwayatkan hadis ini karena hadis ini telah diriwayatkan pula secara mursal oleh Bakr bin Abdullah

wallahu a'lam

Selengkapnya......

Sabtu, 01 Agustus 2009

Hadit Mengorbankan 1/10 Hidup

Assalamu'alaikum,,
berikut hadits yang menyatakan bergunanya kita mengorbankan 1/10 hidup kita dan kelebihan bagi orang-orang yang mengorbankan 1/10 masa hidupnya untuk ber'amar ma'ruf nahi mungkar


Hadit ini termaktub dalam sunan Turmudzi sbb :

حدثنا إبراهيم بن يعقوب الجوزجاني حدثنا نعيم بن حماد حدثنا سفيان بن عيينة عن ابي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إنكم في زمان من ترك منكم عشر ما أمر به هلك ثم يأتي زمان من عمل منكم بعشر ما أمر به نجا قال أبو عيسى هذا حديث غريب لا نعرفه إلا من حديث نعيم بن حماد عن سفيان بن عيينة قال وفي الباب عن أبي ذر و أبي سعيد ضعيف

Akan tiba satu zaman, muncul orang-orang yang mengorbankan 1/10 daripada (hidupnya) untuk beramar ma'ruf nahi mungkar dan daripada manusia yang beramal dengan mengorbankan 1/10 hidupnya itu akan menuai kejayaan/keberhasilan

statusnya adalah Ghorib dan daripada jalannya Na'im bin hamid daripada Sufyan bi "uyainah, dan Dhoif ia itu daripada Abi Dzar dan abi Sa'id

namun hadit ini telah dihukumkan Hasan Ghorib (hadits hasan yang hanya punya satu riwayat) oleh Ibn Taimiyyah sbb :

َلِلتَّرْمِذِيِّ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَة رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ، مَنْ تَرَكَ مِنْكُمْ عُشْرَ مَا أُمِرَ بِهِ هَلَكَ، وَيَأْتِي عَلَى اَلنَّاسِ زَمَانٌ مَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ بِعُشْرِ مَا أُمِرَ بِهِ نَجَا وَقَالَ: حَسَنٌ غَرِيبٌ

dan dalam Sohihahnya atas Sunan Turmudzi, Al-Albani telah mengeluarkan Hadit itu dengan status Sohih, sbb :

حدثنا إبراهيم بن يعقوب الجوزجاني حدثنا نعيم بن حماد حدثنا سفيان بن عيينة عن ابي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إنكم في زمان من ترك منكم عشر ما أمر به هلك ثم يأتي زمان من عمل منكم بعشر ما أمر به نجا (صححه الألباني في "صحيح سنن الترمذي" 2 / 508

jadi, setiap kita perlu untuk berkorban 1/10 daripada hidup untuk mengajak orang lain ta'at kepada Allah, karena kita termasuk ummat yang hidup di akhir zaman..

Wallahu a'lam


Selengkapnya......